Kamis, 03 Juli 2008

aji

Cahaya terang dilangit mengiringi kepergiannya
Di Pagi hari yang anginnya menusuk sampai kedalam hatimu
Ketika sarapan masih kau kunyah,
Ketika jalanan masih hiruk pikuk,
Dia terhempas
Hanya sedikit yang ia tanam di halaman sempit
yang kau sebut hati
Banyak senyum yang ia sebar di langit luas
yang kau sebut asa
Kepergiannya melesat secepat kedipan mata ketika debu halus
menembus kedalamnya
Matamu tidak lagi mengeluarkan air mata
Kau tidak menggaruk keras matamu, sehingga
debu yang masuk itu perlahan akan keluar lagi
Sebentar lagi kau akan kembali bernyanyi,
Menyadari kehadirannya sebagai angin yang menyanjungmu
Menyadari kehadirannya sebagai angin yang berhembus pelan ditelingamu
Menyadari kehadirannya sebagai pelangi yang kau puja di sore hari,
dan sebagai
germis di pagi hari yang membuatmu bersorak melihatnya
Pergilah..
Ceritakanlah indah perjalananmu kepada yang lainnya
Aku akan disini,
Menikmati janji yang telah usang
Yang pernah kau ucapkan kepadaku
Walau hanya sekali lalu

1 komentar:

Yulvianus Harjono (JON) mengatakan...

Awan jingga sesungguhnya tidak akan pernah pergi...
Ia akan selalu ada di langit strato, ditemani semilir angin sejuk yang selalu dirindukannya...
Ia tidak akan pernah melupakan sang mentari jingga yang telah membuatnya ada...
Tanpa cahaya sang mentari, tidak akan mungkin awan itu tercipta di bumi...
Tapi, Tuhan telah menakdirkan mentari utk membuat awan yg indah itu menjadi tiada....
Karena, dengan tiadanya awan, akan tercipta kehidupan baru di jagat bumi.
Menjadi air, elemen dasar bagi bibit-bibit kehidupan tumbuh. Menjadi pelipur lara bagi mereka yang dahaga....
Karena matahari pula, air2 murni dan terbening dari makhkul-mahkluk hidup akan menjadi energi untuk terciptanya lagi awan-awan baru.
Demikian siklus kehidupan.
Sebuah cinta bernama agape yang tdk akan pernah memiliki. Namun, akan selalu memberi...